STUDI NEOLIB DALAM KONTEKS GLOBAL DAN NEGARA #5
Islam is the end of History

Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam (Q.S Al Anbiya’ [21]: 107)

Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan kepada semua ummat manusia sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan ...” (Q.S Saba’ [34]:28)
“Mahasuci Allah Yang telah menurunkan Furqan (al-Qur’an) kepada hamba-Nya (Muhammad), agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (jin dan manusia) ...
(Q.S al-Furqan[25]:1)

“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk (al-Qur’an) dan agama yang benar untuk diunggulkan atas segala agama walau orang-orang musyrik tidak menyukainya” (Q.S at-Taubah [9]:33)

Mereka (Barat) berpandang terlalu sempit, sehingga terkesan melihat dari satu sisi Barat saja yang tidak mau kehilangan hegemoninya, lantas ceroboh melihat pertarungan peradaban sebagai pertarungan militer, dimana kekuatan militer akan merebut kekuasaan atau mempertahankan kekuasaan dengan kekerasan, padahal ini cara pandang yang salah terhadap peradaban-peradaban yang ada terutama Islam.

Pertama, yang lebih tepat dalam menggambarkan hubungan antara peradaban-peradaban yang ada, bila tetap mengelaborasikan hipotesa Huntington, adalah hipotesa ke tiga : perlombaan peradaban. Perlombaan peradaban berarti akan memberikan peluang yang sama kepada setiap peradaban untuk berlatih dan mempersiapkan diri dengan modal ideologi dan moral, SDM dan teknologi (intellectual capital), ekonomi dan sebagainya – diluar kontek kekuatan kekerasan, pelanggaran HAM dan pembodohan.

Karena kompetisi peradaban, akan memunculkan satu peradaban sebagai pemenang, kalah atau draw. Bisa juga peradaan hanya sebagai sparring partner saja atas asaz saling menguntungkan (mutualisme). Perlombaan (competition) berbeda dengan pertarungan (clash), karena tidak ada unsur menghancurkan dan mematikan. Menang kalah peradaban tersebut dibatasi dengan konvensi-konvensi international yang bersifat universal dan harus dipatuhi bersama. Dalam hal ini Iran dapat dijadikan contoh dalam membangun petanding baru untuk menantang hegemoni barat.

Kedua, setiap peradaban seharusnya belajar dari sejarah perjalanan peradaban itu sendiri, Prancis Fukuyama, Bernad Lewis, Samuel P. Huntington dan para pemikir barat lainnya yang paranoid terhadap Islam harus menengok kembali sejarah perjalanan umat manusia bahwa setiap peradaban memiliki batas waktunya dan setiap umat memiliki umurnya, dan didalam hidup ini berlaku hukum alam (sunatullah) yang tidak dapat dihindari, dielakan dan dirubah oleh akal dan tangan manusia, termasuk siklus kejayaan dan kehancuran suatu peradaban manusia, ia adalah sunatullah.

Arnold Toynbee sorang sejarawan Barat mengatakan bahwa di bumi ini telah ada sekitar 21 peradaban umat manusia yang jatuh dan silih berganti.
Ketiga, setiap peradaban hendaknya memahami, bahwa kejayaan (tamkin) hanya terjadi ketika suatu peradaban memahami syarat-syarat, fase-fase, tujuan, hambatan dan hal-hal yang mendukung kejayaan itu sendiri.

Peradaban Fir-aun, kala itu dapat dikatakan jauh melebihi kekuasaan Barat hari ini, karena kekuasaanya meliputi budaya, teknologi, ekonomi dan militer. Fir-aun menguasai kekuatan natural dan supra-natural sehingga mewujudkan kekuatan militer yang tangguh. Sementara teknologinya dapat dilihat dari kemampuannya mendirikan bangunan pencakar langit untuk menandingi Tuhan-nya Nabi Musa as. Semua itu dilakukan dengan dukungan kekuatan ekonomi dan SDM militan. Akan tetapi kekuatan Fir-aun mulai goyah dengan munculnya kekuatan kecil Nabi Musa dan Nabi Harun yang mengusung peradaban baru yang bertumpu pada nilai keimanan.

Kemenangan (tamkin) sebuah peradaban tidak hanya di tentukan oleh faktor fisik. Belajar dari sekian banyak peradaban yang datang silih berganti selama sejarah kemanusiaan, ternyata faktor moral (value) dan ketuhanan (trust) yang paling menentukan. Al- Qur’an menunjukan bukti otentik, bagaimana kesudahan peradaban Fir-aun, kaum ‘Aad dan kaum Tsamut.

0 komentar: